Kajati Resmikan Rumah Perdamaian di Asel, Bupati: Tidak Semua Perkara Diselesaikan dengan Peradilan

Kajati Resmikan Rumah Perdamaian di Asel, Bupati: Tidak Semua Perkara Diselesaikan dengan Peradilan
Dipublikasikan pada Kamis, 7 Apr 2022

TAPAKTUAN, PROKOPIM – Kajati Aceh, Bambang Bachtiar, SH,. MH meresmikan Rumah Perdamaian (Restorative Justice) Kabupaten Aceh Selatan (Asel) yang berlokasi di Gampong Batu Itam, Kecamatan Tapaktuan, Kamis (7/4/2022).

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan dengan Kejati dalam Program Rumah Perdamaian yang berlokasi di eks Bangunan UPTD Dinas Pendidikan tersebut. Turut hadir Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran, unsur Forkopimda, Kajari beserta jajaran, kepala SKPK, Camat Tapaktuan, para keuchik, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta para undangan lainnya.

Bupati Tgk. Amran dalam sambutannya mengatakan, sangat mendukung keberadaan Rumah Perdamaian ini. Bahwasanya tidak semua perkara harus diselesaikan dengan proses peradilan, tetapi bisa diselesaikan dengan proses perdamaian, sehingga tidak terjadi hal-hal yang memutus tali silaturahmi, ungkap Bupati Tgk. Amran. Restorative justice yang dikembangkan oleh Kejaksaan Agung, lanjut Tgk. Amran, adalah upaya penyelesaian perkara atau peradilan yang mengutamakan mediasi antara pelaku dengan korban. Tentunya dengan melibatkan semua pihak, dan tidak lupa menyertakan tokoh masyarakat atau tokoh agama, jelas Tgk. Amran.

Keadilan restoratif, tambah Tgk. Amran, menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara, di mana konsep keadilan restorative ini ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat. Sementara itu, Kajati Aceh, Bambang Bachtiar, SH,. MH dalam sambutannya menyampaikan, bahwa Rumah Perdamaian di Kabupaten Aceh Selatan ini merupakan rumah ke-10 yang ia resmikan. Dikarenakan substansi hukum itu sendiri guna mencari keadilan, manfaat hukum, dan kepastian hukum, ujar Kajati.

Keberadaan Rumah Perdamaian ini mengutamakan kearifan lokal, hukum adat dengan tidak mengesampingkan hukum nasional. Namun masyarakat jangan menganggap atau mengartikan pembenaran pelaku pidana, tukas Kajati. Ada syarat dan kriteria yang harus terpenuhi seperti bukan residivis, pemula, ancaman hukuman maksimal di bawah 5 tahun serta adanya surat perdamaian kedua belah pihak yang berperkara, urainya. Selain itu, kehadiran Rumah Perdamaian ini bukan dalam arti sempit hanya persoalan pidana dan perdata, namun juga masalah kemasyarakatan,” pungkasnya.